Ini Dia Asal Usul Bahasa Ngapak

Siapa orang Indonesia yang tidak kenal dengan Istilah Ngapak. Inyong Rika Kuwe Seduluran, Dadi Aja Pada Kepriwe-priwe.., Ya, itulah contoh Dialek Bahasa Ngapak istilah yang dikenal dari bahasa orang Cilacap, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian Wonosobo, Pemalang, sebagian Pekalongan dan daerah seputaran Gunung Slamet Jawa tengah.

Bahasa Ngapak adalah bahasa yang di gunakan sehari-hari oleh masyarakat di ujung selatan Propinsi Jawa Tengah. Dan hampir seluruh masyarakat Indonesia kenal dengan Istilah Orang Ngapak, yakni orang yang berasal dari Cilacap dan sekitarnya.

Bahasanya yang lugas, apa adanya, tanpa polesan apapun dan Blakasuta ( blak-blakan ) seringkali ketika di ucapkan membuat banyak orang dari daerah lain merasa lucu mendengarnya.

Asal Usul Ngapak

Terlepas dari semua keunikan bahasa Ngapak, tahukah Anda darimana Asal usul Bahasa Ngapak dan sejak kapankah dialek Ngapak ini mulai di gunakan oleh orang Cilacap dan sekitarnya?

Sebenarnya tidak ada yang tahu persis, sejak kapan Bahasa dan logat Ngapak ini menjadi bahasa resmi masyarakat Ngapak. Tetapi dari sekian banyak literatur yang berserakan di dunia maya dan catatan sejarah masyarakat seputar Gunung Slamet, hampir seluruhnya merujuk pada sejarah asal usul orang Banyumas yang di tulis oleh seorang Belanda murid dari Snouck Hurgronje bernama Van Der Muelen, ia seorang Orientalis Ahli Islam dan Ahli Sejarah yang membeberkan awal Sejarah Banyumas.

Berdasarkan catatan Van Der Meulen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendarat di Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu.

Pendatang yang menetap di gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban Sunda, sedangkan pendatang yang menetap di sekitar gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba diyakini sebagai kerajaan pertama di Pulau Jawa dan keturunannya menjadi penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.

Serayu Tempo dulu
Berdasarkan sumber dari berbagai catatan yang ditemukan, dapat disimpulkan mengenai bahasa dan dialek Ngapak, antara lain:
  • Dialek Ngapak ini berhubungan dengan asal-usul orang Banyumas yang berasal dari Kutai yang kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba ini berdiri sebelum kerajaan Mataram Kuno. Menurut sejarah, Kerajaan Galuh Purba adalah wilayah merdeka. Oleh karenanya, saat itu wilayah Galuh Purba disebut sebagai mancanegara oleh orang-orang Kerajaan Mataram Kuno. Kemungkinan karena inilah dialek Ngapak bebas dari pengaruh dialek Jawa Wetan /  Bandhek.
  • Dialek Ngapak ini diindikasikan sebagai bahasa Jawa yang masih terdapat unsur Bahasa Sansekerta. Seperti “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu contoh bahasa Sansekerta dengan akhiran tetap dibaca “a” sebagaimana dialek Ngapak.
  • Dialek Ngapak merupakan identitas kebudayaan suatu daerah yang bebas dari budaya feodalisme dan budaya asli yang bebas dari pengaruh rekayasa politik kerajaan saat itu. Hal ini dapat dilihat dari karakter khas orang Banyumas yang egaliter dan blakasuta (blak-blakan).

Kerajaan Galuh Purba

Masih berdasarkan tulisan Van Der Meulen, setelah migrasi Orang Kutai pada abad ke 3 sebelum Masehi, pendatang yang menetap di sekitar Gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba pada abad ke-1 Masehi dan berkembang pada abad ke-6 Masehi dengan kerajaan-kerajaan kecil dengan nama Galuh di depannya, antara lain:
  1. Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan.
  2. Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan.
  3. Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan.
  4. Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo.
  5. Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di bagolo.
  6. Kerajaan Pataka, lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka.
  7. Kerajaan Galuh Nagara Tengah, lokasi di Cineam, ibukota di Bojonglopang.
  8. Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara.
  9. Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan.
Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi.


Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun (kalah pamor dynasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang) kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat Garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.

Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman, kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaannya kembali. Pada masa Tarumanegara diperintah oleh Raja Tarusbawa, Wretikandayun (raja Galuh Kawali) memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran di Jawa barat.

Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkawinan antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.

Kajian Van Der Meulen

Menarik mengkaji darimana data-data Van Der Meulen berasal, data asli atau data yang diangkatnya sendiri untuk merintis pemahaman baru tentang Galuh Purba, karena  tujuh Yupa yang ditemukan di Kutai tidak ada yang membahas mengenai Galuh Purba.

Dan jika Van Der Meulen mengatakan bahwa pendiri kerajaan Galuh Purba adalah pendatang dari Kutai, disisi lain legenda di daerah maanyan Kalimantan Timur, justru menyebutkan leluhur mereka adalah campuran, Bapak dari daratan China dan Ibunya dari Jawa.

Di manakah Van Der Meulen berpihak, apakah pada kepentingan Akademis yang Netral atau Kepentingan politik Belanda, karena kita musti ingat bahwa Meulen sendiri dalam kiprahnya membantu Belanda Menjajah Indonesia saat itu.

Kajian E. M Uhlenbeck

Teori Van Der Meulen dilanjutkan dengan Kajian E. M Uhlenbeck ( 1964 ), dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Language of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Idramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyumas, Sub Dialek Bumiayu ( peralihan Tegal-an dan Banyumas-an ). Kelompok dialek inilah yang biasa disebut dengan Bahasa Jawa Ngapak atau Banyumasan.

Sekilas tentang Banyumas

Banyumas berasal dari kata Banyu ( Air )dan Emas, yakni Air yang berharga seperti Emas. Sebab pada saat penyebutannya waktu itu sedang di landa kekeringan karena kemarau panjang dan di daerah ini ditemukan satu sumber mata air yang tak pernah kering yang menolong masyarakat sekitarnya.

Bagong - Simbol Banyumasan

Kabupaten Banyumas berdiri pada Tahun 1582, tepatnya pada Jum'at Kliwon 6 April 1582. Kemudian di tetapkan dengan Peraturan Daerah ( PERDA ) Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas No 2 tahun 1990.
Keberadaan Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya yaitu Raden Joko Kahiman yang kemudian menjadi Bupati Pertama Banyumas yang dikenal dengan Julukan atau Gelar Adipati Marapat ( Adipati Mrapat )

Baca juga : 
Uniknya Bahasa Ngapak Cilacapan
Misteri di Balik Bahasa Ngapak Yang Belum Terpecahkan

Itulah sekilas Asal-usul Bahasa Ngapak yang di rangkum dari berbagai sumber.